Minggu, 08 Mei 2016

Sebuah Kisah Keikhlasan yang Tersembunyi.


Assalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh

Sang Sultan memanggil kepala penjaga/sipir dan memberitahukan tentang keadaannya yang sedang gundah. Dan memang merupakan kebiasaan Sultan bahwa dia sering memeriksa keadaan masyarakat/rakyatnya secara sembunyi-sembunyi.

Sultan berkata kepada Kepala Sipir, “Mari kita keluar, jalan-jalan di antara penduduk (guna memeriksa dan memantau keadaan mereka)."

Mereka pun berjalan hingga sampailah di sebuah penghujung desa, dan Sultan melihat seorang pria tergeletak di atas tanah.

Sultan menggerak-gerakkannya (untuk memeriksa) dan ternyata pria tersebut telah tewas.

Namun anehnya orang-orang yang melintasi dan berlalu lalang di sekitarnya tidak memperdulikannya.

Sultan pun memanggil mereka, tapi mereka tidak mengetahui Sang Sultan,

Mereka berseru, “Ada apa?"

“Kenapa pria ini tewas dan tidak seorangpun yang membawanya? Siapa dia? Dan dimana keluarganya?"

Mereka berujar, “Ini orang zindiq, suka minum khamr, dan pezina."

Sultan menimpali, “Namun bukankah dia dari golongan umat Nabi Muhammad Shallallahu alaihi wa sallam? Ayo bawa dia ke rumah keluarganya."

Maka mereka pun membawanya.

Ketika sampai di rumah, istrinya pun melhatnya dan langsung menangis. Dan orang-orangpun mulai beranjak pergi, kecuali Sang Sultan dan Kepala Sipir.

Di tengah tangisan si wanita (istri si mayit), dia berseru kepada Sultan (namun wanita tersebut tidak mengetahuinya), “ Semoga Allah merahmatimu, wahai wali Allah. Aku bersaksi bahwa engkau sungguh wali Allah."

Maka terheranlah Sultan Murad dengan ucapan wanita tersebut, dan berkata, “ Bagaimana mungkin aku termasuk wali Allah sementara orang-orang berkata buruk terhadap si mayyit, hingga mereka enggan mengurusi mayatnya."

Sultan merasa heran, bagaimana mungkin seorang zindiq ditolong oleh wali Allah

Wanita pun menjawab,

Aku sudah duga hal itu. Sungguh suamiku setiap malam pergi ke penjual arak/khamar lantas membeli seberapa banyak yang dia bisa beli, kemudian membawanya ke rumah kami dan menumpahkan seluruh khamar ke toilet, dan dia (suami) berkata, “Semoga aku bisa meringankan keburukan khamar dari kaum Muslimin."

Suamiku juga selalu pergi kepada para zaniah/pelacur dan memberinya uang, dan berkata, “Malam ini kau kubayar dan jangan kau buka pintu rumahmu (untuk melacur) hingga pagi."

Kemudian suamiku kembali ke rumah dan berujar, “Alhamdu lillah, semoga dengan itu aku bisa meringankan keburukannya (pelacur) dari pemuda-pemuda Muslim malam ini.”

Namun sebagian orang-orang menyaksikan dan mengetahui bahwa suamiku membeli khomar, dan masuk ke rumah pelacur. Dan lantas mereka membicarakan suamiku dengan keburukan.

Pernah suatu hari aku berkata pada suamiku, “Sungguh jika seandainya engkau mati, maka tidak akan ada orang yang akan memandikanmu, menshalatkanmu, dan menguburkanmu."

Suamikupun tersenyum dan menjawab, “ Jangan khawatir, Sayangku… Pemimpin kaum Muslimin-lah yang akan menshalatkanku beserta para ulama dan pembesar-pembesar negeri lainnya."

Setelah mendengarnya. Sultan pun menangis lantas berkata, “Suamimu benar. Demi Allah aku adalah Sultan Murad Ar-Rabi`. Dan besok kami akan memandikan suamimu, menshalatkannya dan menguburkannya."

Dan di antara yang menyaksikan jenazahnya adalah Sultan Murad, para ulama, para masyayikh dan seluruh penduduk kota.

Maha Suci Allah, kita hanya bisa menilai orang dengan hanya melihat penampilan dan kulit luarnya dan kita pula hanya mendengar omongan orang.

Maka sendainya jika kita mampu bijak, kita akan memandang dan menilai orang dari kebersihan hatinya, Maka niscaya lisan kita akan kelu membisu dari menceritakan keburukan orang lain..
Dikisahkan bahwa suatu malam Sultan Murad Ar-Rabi` (keempat) mengalami kegundahan yang sangat, dan dia tidak mengetahui sebabnya.

0 komentar:

Posting Komentar