Kamis, 11 Agustus 2016

Kisah Tukang Bersih Bersih Masjid

Assalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh


Kisah dari dua sahabat yang lama tidak bertemu antara harri dan susanto ; harri orangnya cerdas dan penuh semangat tapi sayang kurang beruntung secara ekonomi. Sedangkan Susanto adalah sosok yang pintar dan keadaan orang tuanya mendukung karir masa depan.

pada suatu saat Keduanya bertemu. mereka bertemu di tempat wudlu di sebuah masjid yang indah, pemandangan pegunungan dengan perkebunan terhampar hijau di bawahnya. Sungguh mempesona.

Susanto sekarang adalah manager kelas atas yang berpenampilan, necis, perlente, tapi tetap menjaga kesholihannya. Setiap keluar kota, ia menyempatkan singgah di masjid kota yang ia singgah. Untuk memperbaharui wudhu dan sujud syukur. Syukur masih mendapat waktu yang diperbolehkan shalat sunnah, maka ia shalat sunnah sebagai tambahan.

di suatu saat susanto sedang mencari masjid. Sembari menepikan mobilnya, dan bergegas masuk ke masjid yang ia temukan.
Di sanalah ia temukan harri. Terperangah. Ia tahu sahabatnya ini meski berasal dari keluarga tak berada, tapi mempunyai kecerdasan dan dan semangat yang luar biasa
Susanto tak menyangka bila berpuluh tahun kemudian ia temukan harri sebagai tukang bersih-bersih masjid.

susanto menyapa harri
“Maaf, kamu harri kan? harri kawan Sekolah dulu?”.
Yang disapa tak kalah mengenali. Keduanya berpelukan.
“Keren sekali kamu ya Mas… Mantap…”. susanto terlihat masih dalam keadaan berdasi. Lengan yang digulung untuk persiapan wudhu, menyebabkan jam ber-merk terlihat oleh harri.
“Ah, biasa saja…”. ujar susanto
susanto menaruh iba. harri dilihatnya sedang memegang kain pel, khas tukang bersih-bersih masjid celana pendek tiga perempat dengan ikat pinggang sarung, dan peci didongak hingga jidatnya terlihat jelas.

“harr… Ini kartu nama saya…”.
harri melihat. “wahh Manager Operasional rek…”. Wah, keren."
“harr, selepas saya shalat, kita bincang ya? Maaf, kalau kamu berminat, di kantor saya ada pekerjaan yang lebih baik dari sekedar tukang bersih-bersih masjid Maaf…”.
harri tersenyum. Ia mengangguk. “Terima kasih ya… Nanti kita bincang.

Sambil wudhu, Susanto terus berfikir. Mengapa harri yang secerdas itu harus menjadi seorang tukang bersih-bersih masjid.. Ya, meskipun tak ada yang salah dengan pekerjaan sebagai tukang bersih-bersih masjid., tapi tukang bersih-bersih masjid.… ah, pikirannya tidak mampu membenarkan. susanto menyesalkan kondisi negeri ini yang tak berpihak kepada orang yang sebenarnya memiliki talenta dan kecerdasan, namun miskin.

Air wudhu membasahi wajah… Sekali lagi susanto melewati harri yang sedang bersih - bersih. Andai saja harri mengerjakan pekerjaan ini di kantorku, maka sebutannya Office Boy”.

Pas dibelakang susanto. Tampak seseorang yang sedang membaca Al quran. yang sedang memperhatikannya.

seusai sholat susanto berdoa, dan sempat melirik. bergumam dalam hatinya “Barangkali ini kawannya harri”.
Susanto segera menyelesaikan doanya dan ingin segera bincang dengan harri.

“Pak”, tiba-tiba anak muda yang membaca Alquran di belakangnya menegur.
“Iya Mas..?” susanto menjawab
“Bapak kenal dengan bapak Haji harri…?”
“Haji harri…?”
“iya pak, Haji harri…”
“Haji harri yang mana…?”
“Itu, yang barusan berbincang dengan Bapak…”
“Oh… si harri itu… Iya. Kenal. Kawan saya dulu di sekolah. memang Sudah haji?”
“Dari dulu sudah haji Pak. Dari sebelum beliau bangun masjid ini…”.
Kalimat datar yang cukup menampar hati susanto… sudah haji… dari sebelum bangun masjid ini…

Anak muda tersebut menambahkan, “Beliau orang hebat Pak. Tawadhu’. Saya lah yang sebenarnya tukang bersih-bersih di masjid ini. Saya karyawan beliau. Beliau yang bangun masjid ini. Di atas tanah wakaf pribadi. Beliau bangun masjid indah ini sebagai transit bagi siapapun yang hendak shalat. Bapak lihat gedung perkantoran di bawah sana? Juga Sekolahan dan pesantren di seberangnya? … Itu semua milik beliau... Tapi beliau lebih suka menghabiskan waktunya di sini. Bahkan salah satu kesukaan beliau aneh pak; beliau senang menggantikan posisi saya.
Beliau sering menyuruh saya membaca Alquran, sementara beliau mendengarkan sambil bersih-bersih masjid ini…”.
Karena suara saya bagus dalam membaca Alquran, saya diminta mengaji dan azan saja dimesjid ini…”.
(Wah, entah apa yang ada di hati dan di pikiran Susanto saat ini….)

Coba kita renungkan
Jika Susanto adalah kita, mungkin saat bertemu kawan lama yang sedang bersihkan toilet, pasti kita akan segera beritahu posisi kita, siapa kita yang sebenarnya.

Atau jika kita adalah harri, kawan lama menyangka kita tukang bersih - bersih masjid, kita pasti akan menyangkal, lalu menjelaskan secara detail begini dan begitu. Sehingga tahulah bahwa kita adalah seorang pengusaha, pewakaf dan yang membangun masjid.

Kita bukan Haji harri. Beliau selamat dari rusaknya nilai amal dan terhindar dari Riya', tenang, adem. Haji harri merasa tidak perlu menjelaskannya.
Dan kemudian ALLAHlah yang memberitahu siapa sebenarnya. Orang yang ikhlas itu adalah orang yang menyembunyikan kebaikannya, seperti ia menyembunyikan keburukannya.
Ibarat pepatah Tangan kanan memberi dan berbuat baik, tangan kiri jangan sampai tahu.


Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,



وَرَجُلٌ تَصَدَّقَ بِصَدَقَةٍ فَأَخْفَاهَا حَتَّى لاَ تَعْلَمَ شِمَالُهُ مَا تُنْفِقُ يَمِينُهُ
 “Seseorang yang bersedekah kemudian ia menyembunyikannya sehingga tangan kirinya tidak mengetahui apa yang disedekahkan oleh tangan kanannya. 
(HR. Bukhari no. 1423 dan Muslim no.1031,dari Abu Hurairah)

Permisalan sedekah dengan tangan kanan dan kiri adalah ungkapan hiperbolis dalam hal menyembunyikan amalan. Keduanya dipakai sebagai permisalan karena kedekatan dan  kebersamaan kedua tangan tersebut.

Allah berfirman
وَإِنْ تُخْفُوهَا وَتُؤْتُوهَا الْفُقَرَاءَ فَهُوَ خَيْرٌ لَكُمْ
Dan jika kamu menyembunyikannya dan kamu berikan kepada orang-orang fakir, maka menyembunyikan itu lebih baik bagimu.” (QS. Al Baqarah: 271)

Adapun orang yang aman dari riya’ maka ada dua keadaan sebagai berikut.
Pertama: Dia bukanlah termasuk orang yang jadi uswah (jadi contoh), maka lebih baik dia menyembunyikan sedekahnya, karena bisa jadi dia tertimpa riya’ tatkala menampakkan amalannya.
Kedua: Dia adalah orang yang jadi uswah, maka menampakan amalan –seperti amalan sedekahnya- lebih baik karena hal itu akan membuat lebih akrab dengan orang miskin dan dia pun bisa jadi uswah bagi orang lain. Dia telah memberi manfaat kepada fakir miskin dengan sedekahnya dan dia juga bisa mendorong orang-orang kaya untuk bersedekah pada fakir miskin karena mencontohi dia, dan dia juga telah memberi manfaat pada orang-orang kaya tersebut karena mengikuti dia beramal soleh.”